Minggu, 06 Mei 2012

Penanganan Keruntuhan Lereng Batuan




A.              Prinsip Stabilitas Lereng Batuan

Keruntuhan lereng batuan merupakan pergerakan batuan yang cepat pada permukaan lereng batuan curam, baik batuan yang besar maupun batuan yang kecil. Karena kecepatannya yang tinggi, keruntuhan lereng batuan dapat membahayakan kendaraan, menyebabkan luka atau kematian pada pengendara dan penumpang, serta kerugian ekonomi karena penutupan jalan. Oleh karena itu, beberapa bagian jalan di daerah pegunungan memerlukan perlindungan dari keruntuhan batuan, terutama pada tebing yang curam.
                                                   A                                 B                              C
A. Gravitasi selalu mengakibatkan gaya tarik material penyusun lereng menuju kebawah  (hukum gravitasi)
B. Friksi memberikan gaya perlawanan terhadap kecenderungan pergerakan akibat gravitasi ≈ berarti material sangat mudah sekali tergelincir
C. Sudut lereng semakin besar, semakin besar pula kecenderungan material bergerak kebawah

Gambar 1. Prinsip stabilitas lereng

Pergerakan keruntuhan batuan pada lereng curam dibagi menjadi 3 tipe, yaitu meluncur (sliding), menggulung (rolling), dan memantul (bounching). Dalam membuat penanganan keruntuhan batuan, berat; kecepatan, arah; dan posisi jatuhnya batuan ditentukan berdasarkan survey pada daerah tertentu.

Gambar 2. Ilustrasi Pergerakan Jatuhnya Batuan


B.               Penanggulangan Keruntuhan Lereng Batuan

Dalam melakukan penanganan stabilitas lereng, perlu dilakukan beberapa macam jenis tinjauan seperti bagaimana kondisi topografi, kondisi geologi, kondisi lingkungan, dan kondisi lain yang ada. Namun, tinjauan lain seperti tingkat kemudahan pengerjaan, dan ketersediaan alat dan pekerja juga perlu mendapat perhatian karena pada akhirnya itu akan mempengaruhi biaya penanganan lereng. Pemilihan metoda penanggulangan longsoran tergantung dari beberapa faktor yaitu sebagai berikut:                                                                                                                                       
·         Identifikasi penyebab ( penggerusan pada kaki lereng, penimbunan pada kepala longsoran, pemotongan pada kaki lereng dan sebagainya).
·         Kemungkinan tipe-tipe penanggulangan berdasarkan teknis ( luas daerah longsoran, jenis tanah).
·         Kemungkinan pelaksanaan ( biaya, teknik pelaksanaan, kemampuan pelaksana dan sebagainya).
·         Memilih salah satu penanggulangan dengan mempertimbangkan faktor ekonomi (material yang ada).
Secara garis besar, penanganan terhadap keruntuhan batuan diklasifikasikan menjadi 2, yaitu tindakan stabilisasi lereng (stabillization measure) dan perlindungan (protection measure). Berikut adalah skema jenis penanganan lereng batuan.
Gambar 3. Skema penanganan jenis penanganan lereng batuan

1.         Stabilisasi lereng (stabillization measure)
Stabilisasi lereng batuan itu sendiri dilakukan untuk mempertahankan kondisi batuan agar tetap dalam kondisi yang stabil atau memperkecil kemungkinan terjadi kelongsoran. Adapun metode yang digunakan untuk memperoleh kondisi seperti yang tertulis di atas ada dua yaitu dengan memperkuat lereng batuan (reinforcement) dan mengubah bentuk muka lereng dengan pemotongan (rock removal). Kedua cara tersebut memiliki banyak contoh penerapannya dilapangan dan untuk pemilihan jenis penangannya tergantung pada kebutuhan dan kondisi yang ada di lapangan.  Tingkat kestabilan suatu lereng batuan, secara umum ditunjukkan dengan suatu nilai angka atau faktor aman lereng (Safety Factor). Angka aman (Safety Factor) ini merupakan angka yang menggambarkan kondisi keamanan lereng batuan. Nilai SF kritis lereng batuan adalah 1, artinya pada kondisi demikian lereng batuan sangat rawan terhadap bahaya kelongsoran. Oleh karena itu, nilai angka aman diharapkan memiliki besaran lebih dari 1. Nilai angka aman tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus seperti di bawah ini.


Gambar 4. Parameter kuat dukung lereng batuan

Secara umum parameter penentu nilai faktor aman adalah:
1.      Berat dari volume batuan (W)
Berat sendiri dari batuan akan dipengaruhi oleh berat jenis batuan dan besarnya volume bongkahan batuan yang terkena bidang gelincir. Jadi semakin besar berat batuan akan berpengaruh pada meningkatnya gaya normal yang dihasilkan (lereng stabil), tetapi di sisi lain juga akan memberikan tambahan gaya gelincir pada massa batuan (menambah gaya geser)
2.      Parameter kuat dukung batuan (sudut gesek internal(φ) & kohesi(c))
Parameter ini akan berpengaruh pada tingkat ketahanan batuan untuk tidak mengalami keruntuhan. Besarnya parameter dukung batuan akan tergantung pada tiap tiap jenis batuan.
3.      Sudut kemiringan bidang gelincir massa batuan (α)
Sudut kemiringan bidang gelincir akan mempengaruhi besarnya volume batuan yang berpotensi longsor. Jadi semakin besar sudut kemiringan bidang gelincir, maka distribusi gaya berat batuan ke gaya gesernya (Wsinα) akan semakin besar pula sehingga stabilitasnya menurun.
4.      Kondisi air pada lereng
Keberadaan air dalam lereng baik pada bidang retakan atau pada bidang gelincir akan memberikan dampak negatif pada kestabilan lereng. Air yang berada pada bidang retak akan memberikan gaya dorong bagi massa batuan agar mengalami pergerakan (V), dan air pada permukaan bidang gelincir akan memberikan gaya angkat (Uplift) yang secara teori akan melawan gaya berat batuan sehingga akan mengurangi gaya normalnya.
5.      Tegangan karena adanya perkuatan (angker, rockbolt,dll)
Keberadaan perkuatan sebenarnya ditujukan untuk menambah gaya normal dari massa batuan (R). Angker  akan memberikan gaya desak sehingga akan terjadi interlocking pada massa batuan. Akibatnya jika gaya normal yang bekerja menjadi lebih besar, maka gaya dorong yang diperlukan untuk meruntuhkan batuan akan bertambah besar pula.
6.      Gaya gempa
Dalam rumus di atas, gaya gempa tidak di perhitungkan. Namun, adanya gempa akan memberikan pengaruh negatif pada stabilitas lereng. Gaya gempa sendiri dapat diasumsikan berdasarkan zona wilayah gempa seperti yang telah disebutkan dalam SNI.
Seperti yang tertera dalam gambar.3, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan nilai stabilitas lereng batuan.  Berikut adalah contoh uraian dari masing masing metode.

1.1            Pemotongan Lereng Batuan
Metode ini meliputi :
a)      Pembuangan batuan kecil yang tidak stabil (mudah runtuh).
b)      Memotong atau meledakkan batuan yang menggantung.
c)      Pembuangan puing-puing batuan. Metode ini lebih disarankan karena menghilangkan bahaya dan tidak membutuhkan perawatan.
Metode ini digunakan untuk memindahkan atau membuang batuan yang tidak stabil yang dapat membahayakan daerah di bawahnya. Pada perencanaan pembuangan batuan unstable, perlu dipertimbangkan karakter batuan. Pemotongan batuan dan perencanaan muka lereng batuan seharusnya akan memberikan dampak berupa peningkatan stabilitas lereng.

 Gambar 5. Pemotongan massa batuan untuk stabilisasi lereng

1.2            Anchor
Rock Anchors adalah salah satu metode perkuatan lereng pada batuan dengan pengangkuran (anchoring). Rock anchors sering juga disebut Rock nailling. Pengangkuran ini sering digunakan dalam penggalian (excavation), bagian dari dinding penahan (retaining wall) ataupun untuk menahan gaya-gaya (uplift, external force, dsb) pada suatu struktur/ fondasi/lereng (slope). Fungsi utama dari rock anchors adalah untuk memodifikasi gaya normal dan geser pada bidang longsor, dibandingkan menumpukan kekuatan geser dari baja ketika anchor melintasi bidang. Pada rock anchors terdapat elemen baja yang mendukungnya ( bisa berbentuk bars atau strand) yang akan dimasukkan pada lubang yang sudah dibuat pada lereng. Elemen baja tersebut akan menahan/melawan gaya-gaya yang bekerja pada lereng tersebut.
Rock anchor dapat berupa fully grouted dan untensioned, atau dianchor pada ujung dan tensioned.

Gambar 5. Perkuatan lereng batuan (a) tension rockbolt in a displaced block; (b) fully grouted,untensioned dowels installed prior to excavation to pre-reinforce the rock

Keuntungan dari untensioned bolt adalah harganya yang murah dan pemasangan yang lebih cepat dibandingankan dengan tensioned anchor.
Tensioned rock anchors dipasang pada bidang geser yang potensial dan diikat pada sound rock. Adanya gaya tarik pada anchor, akan ditransmisikan ke batuan dengan bidang reaksi pada batuan permukaan, yang akan menimbulkan tekanan pada batuan massa, dan memodifikasi/merubah tegangan normal dan geser pada bidang longsor. Untuk menentukan faktor aman dapat dilakukan perhitungan, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi gaya yang diizinkan.
Setelah persyaratan gaya anchor dan pelubangan sudah ditentukan, terdapat 9 faktor untuk pemasangan anchor (Littlejohn dan Bruce, 1977; FHWA, 1982; BSI, 1989; Xanthakos, 1991; PTI, 1996; Wyllie, 1999; dalam Rock Slope Engineering) :
1.    Pengeboran (drilling), menentukan besarnya diameter lubang bor dan panjang yang akan dibor di lapangan berdasarkan pada peralatan yang tersedia.

2.    Material dan dimensi Bolt, memilih material dan dimensi anchor yang cocok dengan diameter lubang dan gaya anchor yang disyaratkan.
  

3. Korosi, memperkirakan tingkat korosi di lapangan dan mengaplikasikan perlindungan korosi yang sesuai dengan tingkat korosi pada anchor.
4. Tipe Pengikatan (bond type), memilih antara semen atau resin grout atau mechanical anchor untuk mengamankan bagian ujung anchor pada lubang. Faktor-faktor yang mempegaruhi penentuan meliputi diameter lubang, tensile load, panjang anchor, kekuatan batuan, dan kecepatan pemasangan.
5. Panjang ikatan (bond length), penentuannya berdasarkan tipe pengikatan, diameter lubang, tegangan anchor, dan kekuatan batuan.
6. Panjang total anchor, menghitung panjang total anchor, yang terdiri dari jumlah panjang ikatan dan panjang yang tidak terpengaruh tekanan. Panjang yang tidak terpengaruh tekanan harus lebih luar dari permukaan batuan sampai bagian atas zona pengikatan (bond zone), dengan bagian atas dari zona pengikatan akan berada di bawah bidang longsor potensial.

7. Pola Anchor (anchor pattern), layout dari pola anchor, maka jarak pada permukaannya akan hamper sama dan akan menghasilkan gaya anchor yang telah disyaratkan.
8. Lubang bor yang tahan air (waterproofing drill holes),memastikan tidak ada diskontinuitas pada zona pengikatan yang dapat menyebabkan kebocoran grouting.
9. Pengetesan (testing), menyiapkan prosedur untuk pengetesan yang akan memeriksa jika panjang pengikatan dapat menahan dari beban yang didesain.
Prosedur perencanaan stabilisasi lereng menggunakan ground anchor ditunjukkan pada flowchart berikut ini.

Gambar 6. Flowchart Desain Ground Anchor
a)      Pengaturan angkur
Posisi, arah dan jarak antar angkur seharusnya ditentukan pertama pada saat perancangan.
(1)   Ground anchors harus dipasang dengan jarak minimal 2 m antar angkur.
(2)   Sudut pemasangan angkur 10° sampai -10° dari arah horizontal.
(3)   Arah angkur parallel dengan arah keruntuhan batuan.
(4)   Jarak angkur ditentukan berdasarkan pengaruh antar angkur, yang dapat dilihat dengan meninjau kekuatan angkur, diameter angkur, kedalaman, dan kekuatan keruntuhan batuan.
b)      Perhitungan kekuatan angkur
Perencanaan kekuatan angkur dihitung dengan rumus berikut


Dimana,  P = kekuatan bidang gelincir (kN/m2)
                α = sudut angkur ( ° )
                β = sudut bidang gelincir ( ° )
                φ = sudut gesek internal bidang gelincir ( ° )
                B = jarak antar angkur arah horizontal (m)
                N = jumlah angkur arah vertikal


2.                  Perlindungan lereng batuan (protection measure)

2.1       Rock Sheds
Rock sheds merupakan struktur beton bertulang atau struktur baja yang dipasang menutupi jalan. Berdasarkan strukturnya, rock sheds dibagi menjadi 4 tipe, yaitu portal (gate) type, retaining wall type, arch type and pocket type (Gambar 7).
Metode ini sangat mahal dan hanya didesain pada area yang memiliki bahaya keruntuhan batuan yang ekstrim. Metode ini bertujuan untuk mengurangi bahaya di jalan yang diakibatkan karena keruntuhan batuan dengan cara menahan batuan yang jatuh atau mengubah arah jatuhnya batuan.



Gambar 7. Tipe Rock Sheds

Dalam perencanaan ini, yang sangat penting untuk dilakukan yaitu menghitung impact force dari batuan. Rock sheds di desain setelah mengubah impact force menjadi static force. Untuk mempermudah perhitungan, daerah yang terkena impact force diasumsikan sebagai bujursangkar.

2.2              Catch Fill and Ditches
Metode ini biasanya digunakan untuk keruntuhan batuan dalam skala besar. Metode ini juga membutuhkan biaya yang tidak terlalu banyak. Tetapi pada metode ini memerlukan ruangan yang cukup antara unstable slope dengan jalan untuk menampung batuan yang jatuh. Metode uni bertujuan untuk mengurangi efek dari batuan yang jatuh dengan menghindarkan jalan dari batuan yang jatuh.


Gambar 8. Layout Catch Fill dan Catch Ditch

Terlepas dari analisis kestabilan tanggul, perencanaan ini berkaitan dengan bentuk dan dimensi dari catch fill and ditch yang berkaitan dengan kapasitasnya dalam menahan dan menampung batuan. Untuk memastikan kapasitas catch fill and ditch, drain ditch dibuat di sepanjang sisinya.