A.
Prinsip Stabilitas Lereng Batuan
Keruntuhan lereng batuan merupakan pergerakan
batuan yang cepat pada permukaan lereng batuan curam, baik batuan yang besar
maupun batuan yang kecil. Karena kecepatannya yang tinggi, keruntuhan lereng
batuan dapat membahayakan kendaraan, menyebabkan luka atau kematian pada
pengendara dan penumpang, serta kerugian ekonomi karena penutupan jalan. Oleh
karena itu, beberapa bagian jalan di daerah pegunungan memerlukan perlindungan
dari keruntuhan batuan, terutama pada tebing yang curam.
A B C
A. Gravitasi selalu mengakibatkan gaya tarik material penyusun lereng
menuju kebawah (hukum gravitasi)
B.
Friksi memberikan gaya perlawanan terhadap kecenderungan pergerakan akibat
gravitasi ≈ berarti material sangat mudah sekali tergelincir
C.
Sudut lereng semakin besar, semakin besar pula kecenderungan material bergerak
kebawah
Gambar 1. Prinsip
stabilitas lereng
Pergerakan keruntuhan batuan pada lereng curam dibagi menjadi 3 tipe,
yaitu meluncur (sliding), menggulung (rolling), dan memantul (bounching). Dalam
membuat penanganan keruntuhan batuan, berat; kecepatan, arah; dan posisi
jatuhnya batuan ditentukan berdasarkan survey pada daerah tertentu.
Gambar 2. Ilustrasi Pergerakan Jatuhnya Batuan
B.
Penanggulangan Keruntuhan Lereng Batuan
Dalam melakukan penanganan
stabilitas lereng, perlu dilakukan beberapa macam jenis tinjauan seperti
bagaimana kondisi topografi, kondisi geologi, kondisi lingkungan, dan kondisi
lain yang ada. Namun, tinjauan lain seperti tingkat kemudahan pengerjaan, dan
ketersediaan alat dan pekerja juga perlu mendapat perhatian karena pada
akhirnya itu akan mempengaruhi biaya penanganan lereng. Pemilihan
metoda penanggulangan longsoran tergantung dari beberapa faktor yaitu sebagai
berikut:
·
Identifikasi penyebab (
penggerusan pada kaki lereng, penimbunan pada kepala longsoran,
pemotongan pada kaki lereng dan sebagainya).
·
Kemungkinan tipe-tipe
penanggulangan berdasarkan teknis ( luas daerah longsoran, jenis tanah).
·
Kemungkinan pelaksanaan ( biaya,
teknik pelaksanaan, kemampuan pelaksana dan sebagainya).
·
Memilih salah satu penanggulangan
dengan mempertimbangkan faktor ekonomi (material yang ada).
Secara garis besar, penanganan terhadap keruntuhan batuan diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu tindakan
stabilisasi lereng (stabillization
measure) dan perlindungan (protection measure). Berikut adalah skema jenis penanganan lereng batuan.
Gambar 3. Skema penanganan jenis
penanganan lereng batuan
1.
Stabilisasi lereng (stabillization measure)
Stabilisasi
lereng batuan itu sendiri dilakukan untuk mempertahankan kondisi batuan agar
tetap dalam kondisi yang stabil atau memperkecil kemungkinan terjadi
kelongsoran. Adapun metode yang digunakan untuk memperoleh kondisi seperti yang
tertulis di atas ada dua yaitu dengan memperkuat lereng batuan (reinforcement) dan mengubah bentuk muka
lereng dengan pemotongan (rock removal).
Kedua cara tersebut memiliki banyak contoh penerapannya dilapangan dan untuk
pemilihan jenis penangannya tergantung pada kebutuhan dan kondisi yang ada di
lapangan. Tingkat kestabilan suatu
lereng batuan, secara umum ditunjukkan dengan suatu nilai angka atau faktor
aman lereng (Safety Factor). Angka
aman (Safety Factor) ini merupakan
angka yang menggambarkan kondisi keamanan lereng batuan. Nilai SF kritis lereng
batuan adalah 1, artinya pada kondisi demikian lereng batuan sangat rawan
terhadap bahaya kelongsoran. Oleh karena itu, nilai angka aman diharapkan
memiliki besaran lebih dari 1. Nilai angka aman tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan rumus seperti di bawah ini.
Gambar 4.
Parameter kuat dukung lereng batuan
Secara umum
parameter penentu nilai faktor aman adalah:
1. Berat dari volume batuan (W)
Berat sendiri dari batuan akan
dipengaruhi oleh berat jenis batuan dan besarnya volume bongkahan batuan yang
terkena bidang gelincir. Jadi semakin besar berat batuan akan berpengaruh pada
meningkatnya gaya normal yang dihasilkan (lereng stabil), tetapi di sisi lain
juga akan memberikan tambahan gaya gelincir pada massa batuan (menambah gaya
geser)
2. Parameter kuat dukung batuan (sudut
gesek internal(φ) & kohesi(c))
Parameter ini akan berpengaruh pada
tingkat ketahanan batuan untuk tidak mengalami keruntuhan. Besarnya parameter
dukung batuan akan tergantung pada tiap tiap jenis batuan.
3. Sudut kemiringan bidang gelincir
massa batuan (α)
Sudut kemiringan bidang gelincir
akan mempengaruhi besarnya volume batuan yang berpotensi longsor. Jadi semakin
besar sudut kemiringan bidang gelincir, maka distribusi gaya berat batuan ke
gaya gesernya (Wsinα) akan semakin besar pula sehingga stabilitasnya
menurun.
4. Kondisi air pada lereng
Keberadaan air dalam lereng baik
pada bidang retakan atau pada bidang gelincir akan memberikan dampak negatif
pada kestabilan lereng. Air yang berada pada bidang retak akan memberikan gaya
dorong bagi massa batuan agar mengalami pergerakan (V), dan air pada permukaan
bidang gelincir akan memberikan gaya angkat (Uplift) yang secara teori akan melawan gaya berat batuan sehingga
akan mengurangi gaya normalnya.
5. Tegangan karena adanya perkuatan
(angker, rockbolt,dll)
Keberadaan perkuatan sebenarnya
ditujukan untuk menambah gaya normal dari massa batuan (R). Angker akan memberikan gaya desak sehingga akan
terjadi interlocking pada massa batuan. Akibatnya jika gaya normal yang bekerja
menjadi lebih besar, maka gaya dorong yang diperlukan untuk meruntuhkan batuan
akan bertambah besar pula.
6. Gaya gempa
Dalam rumus
di atas, gaya gempa tidak di perhitungkan. Namun, adanya gempa akan memberikan
pengaruh negatif pada stabilitas lereng. Gaya gempa sendiri dapat diasumsikan
berdasarkan zona wilayah gempa seperti yang telah disebutkan dalam SNI.
Seperti
yang tertera dalam gambar.3, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk
meningkatkan nilai stabilitas lereng batuan.
Berikut adalah contoh uraian dari masing masing metode.
1.1
Pemotongan Lereng Batuan
Metode ini meliputi :
a)
Pembuangan
batuan kecil yang tidak stabil (mudah runtuh).
b)
Memotong atau
meledakkan batuan yang menggantung.
c)
Pembuangan
puing-puing batuan. Metode ini lebih disarankan karena menghilangkan bahaya dan
tidak membutuhkan perawatan.
Metode ini digunakan untuk memindahkan atau membuang batuan yang tidak stabil
yang dapat membahayakan
daerah di bawahnya. Pada perencanaan
pembuangan batuan unstable, perlu dipertimbangkan karakter batuan. Pemotongan batuan dan perencanaan
muka lereng batuan seharusnya akan memberikan dampak berupa peningkatan
stabilitas lereng.
Gambar 5. Pemotongan massa batuan
untuk stabilisasi lereng
1.2
Anchor
Rock Anchors adalah salah satu metode perkuatan lereng
pada batuan dengan pengangkuran (anchoring).
Rock anchors sering juga disebut Rock
nailling. Pengangkuran ini sering digunakan dalam penggalian (excavation), bagian dari dinding penahan
(retaining wall) ataupun untuk
menahan gaya-gaya (uplift, external force, dsb) pada suatu
struktur/ fondasi/lereng (slope). Fungsi utama dari
rock anchors adalah untuk memodifikasi gaya normal dan geser pada bidang
longsor, dibandingkan menumpukan kekuatan geser dari baja ketika anchor
melintasi bidang. Pada rock anchors terdapat
elemen baja yang mendukungnya ( bisa berbentuk bars atau strand) yang
akan dimasukkan pada lubang yang sudah dibuat pada lereng. Elemen baja tersebut
akan menahan/melawan gaya-gaya yang bekerja pada lereng tersebut.
Rock anchor dapat berupa fully grouted dan untensioned,
atau dianchor pada ujung dan tensioned.
Gambar
5. Perkuatan lereng batuan (a) tension rockbolt in a displaced block; (b) fully
grouted,untensioned dowels installed prior to excavation to pre-reinforce the
rock
Keuntungan dari untensioned bolt adalah harganya yang murah
dan pemasangan yang lebih cepat dibandingankan dengan tensioned anchor.
Tensioned rock anchors dipasang pada bidang geser yang potensial dan
diikat pada sound rock. Adanya gaya tarik pada anchor, akan ditransmisikan ke
batuan dengan bidang reaksi pada batuan permukaan, yang akan menimbulkan
tekanan pada batuan massa, dan memodifikasi/merubah tegangan normal dan geser
pada bidang longsor. Untuk menentukan faktor aman dapat dilakukan perhitungan, hal ini
dimaksudkan untuk meminimalisasi gaya yang diizinkan.
Setelah persyaratan gaya anchor dan pelubangan sudah ditentukan,
terdapat 9 faktor untuk pemasangan anchor (Littlejohn dan Bruce, 1977; FHWA,
1982; BSI, 1989; Xanthakos, 1991; PTI, 1996; Wyllie, 1999; dalam Rock Slope
Engineering) :
1.
Pengeboran (drilling), menentukan
besarnya diameter lubang bor dan panjang yang akan dibor di lapangan
berdasarkan pada peralatan yang tersedia.
2.
Material dan dimensi Bolt, memilih
material dan dimensi anchor yang cocok dengan diameter lubang dan gaya anchor
yang disyaratkan.
3. Korosi,
memperkirakan tingkat korosi di lapangan dan mengaplikasikan perlindungan
korosi yang sesuai dengan tingkat korosi pada anchor.
4. Tipe
Pengikatan (bond type), memilih antara semen atau resin grout atau mechanical
anchor untuk mengamankan bagian ujung anchor pada lubang. Faktor-faktor yang
mempegaruhi penentuan meliputi diameter lubang, tensile load, panjang anchor,
kekuatan batuan, dan kecepatan pemasangan.
5. Panjang
ikatan (bond length), penentuannya berdasarkan tipe pengikatan, diameter
lubang, tegangan anchor, dan kekuatan batuan.
6. Panjang
total anchor, menghitung panjang total anchor, yang terdiri dari jumlah panjang
ikatan dan panjang yang tidak terpengaruh tekanan. Panjang yang tidak
terpengaruh tekanan harus lebih luar dari permukaan batuan sampai bagian atas
zona pengikatan (bond zone), dengan bagian atas dari zona pengikatan akan
berada di bawah bidang longsor potensial.
7. Pola
Anchor (anchor pattern), layout dari pola anchor, maka jarak pada permukaannya
akan hamper sama dan akan menghasilkan gaya anchor yang telah disyaratkan.
8. Lubang
bor yang tahan air (waterproofing drill holes),memastikan tidak ada
diskontinuitas pada zona pengikatan yang dapat menyebabkan kebocoran grouting.
9. Pengetesan
(testing), menyiapkan prosedur untuk pengetesan yang akan memeriksa jika
panjang pengikatan dapat menahan dari beban yang didesain.
Prosedur perencanaan stabilisasi lereng
menggunakan ground anchor ditunjukkan pada flowchart berikut ini.
Gambar 6. Flowchart Desain Ground Anchor
a)
Pengaturan
angkur
Posisi, arah dan jarak antar angkur seharusnya
ditentukan pertama pada saat perancangan.
(1)
Ground
anchors harus dipasang dengan jarak minimal 2 m antar angkur.
(2)
Sudut
pemasangan angkur 10° sampai -10° dari arah horizontal.
(3)
Arah
angkur parallel dengan arah keruntuhan batuan.
(4)
Jarak
angkur ditentukan berdasarkan pengaruh antar angkur, yang dapat dilihat dengan
meninjau kekuatan angkur, diameter angkur, kedalaman, dan kekuatan keruntuhan
batuan.
b)
Perhitungan
kekuatan angkur
Perencanaan kekuatan angkur dihitung dengan
rumus berikut
Dimana, P =
kekuatan bidang gelincir (kN/m2)
α = sudut angkur ( ° )
β = sudut bidang gelincir ( ° )
φ = sudut gesek internal bidang gelincir ( ° )
B
= jarak antar angkur arah horizontal (m)
N = jumlah angkur arah vertikal
2.
Perlindungan lereng batuan (protection measure)
2.1 Rock Sheds
Rock sheds merupakan
struktur beton bertulang atau struktur baja yang dipasang menutupi jalan. Berdasarkan strukturnya, rock sheds dibagi menjadi 4 tipe, yaitu
portal (gate) type, retaining wall type, arch type and pocket type (Gambar 7).
Metode ini sangat mahal dan hanya didesain pada
area yang memiliki bahaya keruntuhan batuan yang ekstrim. Metode
ini bertujuan untuk mengurangi bahaya di jalan yang diakibatkan karena
keruntuhan batuan dengan cara menahan batuan yang jatuh atau mengubah arah
jatuhnya batuan.
Gambar 7. Tipe Rock Sheds
Dalam perencanaan ini, yang sangat penting untuk dilakukan yaitu
menghitung impact force dari batuan. Rock sheds di desain setelah mengubah
impact force menjadi static force. Untuk mempermudah perhitungan, daerah yang
terkena impact force diasumsikan sebagai bujursangkar.
2.2
Catch Fill and Ditches
Metode ini biasanya digunakan untuk keruntuhan batuan dalam skala
besar. Metode ini juga membutuhkan biaya yang tidak terlalu banyak. Tetapi pada
metode ini memerlukan ruangan yang cukup antara unstable slope dengan jalan
untuk menampung batuan yang jatuh. Metode uni bertujuan untuk mengurangi efek
dari batuan yang jatuh dengan menghindarkan jalan dari batuan yang jatuh.
Gambar 8. Layout Catch Fill dan Catch Ditch
Terlepas dari analisis kestabilan tanggul, perencanaan ini berkaitan
dengan bentuk dan dimensi dari catch fill and ditch yang berkaitan dengan
kapasitasnya dalam menahan dan menampung batuan. Untuk memastikan
kapasitas catch fill and ditch, drain ditch dibuat di sepanjang sisinya.